Ada Apa Dengan Pancasila?

Curah Rasa dan Pendapat Para Tokoh Nasional, 13 Juni 2017

Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 menetapkan bahwa tanggal 1 Juni adalah hari kelahiran Pancasila. Setelah itu secara masif slogan “Saya Indonesia, Saya Pancasila” menggelora di seluruh Nusantara, Kementerian, BUMN serta masyarat umum menjadikan momentum hari lahir Pancasila sebagai upaya perwujudan jati diri, hingga media sosial dipenuhi dengan postingan jati diri seseorang yang menyatakan “Saya Pancasila”. Apa apa dengan Pancasila? Bukankan Pancasila baik-baik saja dan tetap menjadi pilar Negara Republik Indonesia?.

Jika kita kembali mengingat beberapa peristiwa dalam dinamika politik khususnya Pilkada DKI 2017, terlihat jelas hasil dari perbedaan pilihan, berbeda pilihan antara teman atau bahkan keluarga bisa menjadi penyebab putusnya silaturrahmi. Putus pertemanan dalam lini media sosial atau unfriend, langsung keluar dari group wa seketika begitu ada yang bertentangan atau berbeda dengan pilihannya. Ketika etika dalam bermedia sosial dan group wa telah terabaikan karena berbeda pilihan, itu sudah sangat menyedihkan, sungguh miris.

Pimpinan MPR RI beserta Para Penggagas 
Curah Rasa dan Pendapat para Tokoh Nasional

Harus diakui kebebasan demokrasi di negara kita sudah menjadi hak yang hakiki, setiap orang bebas menentukan pilihan dan bebas mengungkapkan pendapatnya. Tapi kekebasan itu sendiri jika tidak dikuatkan dengan kemampuan mengelola emosi atau Emotional Quotient (EQ) yang baik dapat menjadi hal buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. Menganggap ketika berbeda pilihan, tidak memilih calon “No. 1” maka dibilang anti kebhinekaan. Umat Islam sebagai mayoritas penduduk, diserukan untuk memilih calon “No. 3” sebagai cap diri sebagai umat Islam dan digolongkan sebagai kafir jika berbeda pilihan.

Pildaka DKI 2017 telah berlalu dan No. 3 dinyatakan sebagai pemenang yang sah dari sebuah demokrasi, tetapi masih terasa ketidaksukaan, kebencian, ketidakpercayaan (masih belum bisa move on) dari para pendukung atau pemilih No. 1. Mereka beranggapan bahwa sosok No. 1 adalah sebagai simbol kebhinekaan, dan yang terpilih disebut sebagai anti kebhinekaan. Isu makar dari beberapa tokoh nasional yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi lain juga sempat terjadi, saat ini beberapa dari para tokoh tersebut juga sedang dalam proses hukum.

Dalam rangka merawat kebhinekaan, maka Pimpinan MPR RI selaku rumah demokrasi rakyat Indonesia  mengadakan Refleksi Kebangsaan “Merawat Kebhinekaan Untuk Menjaga Keutuhan NKRI” dengan mengundang para Tokoh Nasional untuk duduk bersama menyampaikan curah rasa dan pendapat tentang isu Kebhinekaan dan Keutuhan NKRI di Gedung DPR/MPR/DPD RI pada Selasa, 13 Juni 2017.

Bapak Tri Sutrisno, Wakil Presiden RI ke 6
sedang menyampaikan curah rasa dan pendapatnya

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menganggap pentingnya para Tokoh Nasional bertemu untuk duduk bersama, berdiskusi serta diharapkan mampu menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi saat ini.

Alhamdulillah saya bekesempatan hadir dalam acara yang sangat langka, bisa datang ke gedung DPR/MPR/DPD RI serta bertemu dengan beberapa Tokoh Nasional, selain Bapak Zulkifli Hasan selaku Ketua MRP RI, juga hadir Tri Soetrisno (Wakil Presiden RI ke 6), Jimly Asshiddiqie & Mahfud MD (Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), KH. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah serta tokoh-tokoh nasional lainnya. Hadir juga tokoh tokoh lintas agama seperti Romo Beny Susetyo (Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Uung Sendana (Matakin), Prof. Franz Magnis Suseno, Jaya Suprana, Jakob Oetama serta tokoh lintas agama dan lintas profesi lainnya.

Saya sebagai pendengar diskusi curah rasa dan pendapat para tokoh nasional, saya menggaris bawahi penyebab bergejolaknya situasi saat ini adalah pada :

Dalam curah rasa dan pendapat para tokoh nasional yang di moderatori oleh Bapak Jimly Asshiddiqie dapat disimpulkan bahwa Merawat Kebhinekaan Untuk Menjaga Keutuhan NKRI yang dapat dilakukan adalah :

1.    Membuka dan memperluas ruang pergaulan antar lintas etnis dan golongan
2.    Kesenjangan sosial yang nyata agar dapat tercermin pada kebijakan publik yang masif
3.    Hukum sebagai pemersatu bangsa perlu ditegakkan juga dikendalikan
4.    Sistem politik yang beretika, keteladan masing-masing tokoh
5.    Hati-hati dengan media sosial, jangan mudah bersikap hanya dengan informasi dari media sosial sebelum mencari tahu yang sebenarnya.

Semoga hasil curah rasa dan pendapat dari para Tokoh Nasional tersebut dapat dijadikan kebijakan yang adil serta terealisasikan, yang utama adalah keteladanan dan kepercayaan rakyat. Para wakil rakyat diharapkan membangun kembali kepercayaan rakyat dengan cara memberikan contoh keteladanan yang baik, bukan sebaliknya. Rakyat sudah jenuh berita tidak baik dari para para wakil rakyat atau pemimpin negeri ini seperti kasus korupsi yang merugikan negara milyaran rupiah.

Menjadi pendengar yang baik :)

Bersama Pak Jimly Asshiddiqie
Moderator Curah Rasa dan Pendapat Para Tokoh Nasional

Bersama Ketua MPR RI dan Sekjen MPR RI selepas acara :)

Menurut Bapak Zulkifli Hasan, hasil curah rasa dan pendapat Tokoh Nasional ini akan dibuat dalam bentuk buku, jadi masyarakat yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut, dapat membaca curahan serta pendapat dari para Tokoh Masyarakat yang hadir.

Sesungguhnya keberagaman dalam negara kita Indonesia sudah merupakan alamiah dan kita mampu menjaga keberagamaan tersebut bertahun-tahun, jangan hanya karena Pilkada menjadi tercerai berai. Bulan ramadhan dapat dijadikan momentum yang tepat untuk bersama-sama kembali merangkul, bersatu, menjalin tali silaturrahmi yang sempat terputus serta belajar untuk menahan emosi. Tunjukan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bangsa yang kokoh & kuat. Aamiin

Salam,
Elly

Tidak ada komentar